Jumat, 11 Februari 2011

"Biarmi Pak, terlambat sekalima kodong.."

Selasa, 8 Februari 2011

Selain ini adalah 5 bulanan saya dan sang pacar, saya punya cerita.

Jam 7 pagi lewat beberapa menit. Saya pikir sudah bakalan telat sampai kantor. 15 menit nunggu angkot 02, belum datang juga. Ketakutan saya Cuma satu, disana itu telat satu menit saja potong gaji pemirsa -_____-

Tiba – tiba secercah sinar datang menghampiriku. Ternyata sebuah mikrolet dengan tulisan VETERAN – 02 di kaca mobilnya. Suara nyaring sang supir yang berteriak “veteran dek veteraan” membangkitkan semangatku mengejar Rupiah.

Naiklah saya di angkot itu. Biasanya saya duduk samping pak supir, itung – itung siapa tau dia kena jantung terus saya gantikan jadi supir. Kan lumayan. Tapi kali ini saya duduk dibelakang. Tepat belakang pak supir.

Asal tau saja, 02 itu cepat sekaali penuh, apalagi kalo sudah daerah Tello dan Bawakaraeng. Dan dengan sekejap angkotnya penuh di daerah Tello.

Melaju lurus dan kencang layaknya tamiya, tidak ada lagi yang naik. Ini lebih kencang dari mobil pribadi (yang dibawa anak SD). Tapi pas daerah Bawakaraeng, ada Bapak – Bapak yang teriak “Nol duaaa, nol duaaa!”

Saya juga heran kenapa pak supir masih mau ambil penumpang, padahal angkotnya sudah penuh. Atau penumpang tadi mau dipangku Pak supir? Atau pak supir turun dan memberikan amanat kepada saya untuk membawa angkotnya? Ternyata si Bapak – Bapak tadi sepertinya sudah sangat terlambat. Angkotnya berhenti lumayan jauh dari tempatnya menunggu. Sedikit berlari, kemudian sampai di angkot.

“Penuhmi Pak” Supirnya bilang begitu, sambil mau ngoper gigi satu mobilnya dan siap melaju layaknya tamiya

“Biarmi Pak kodong, disini mka duduk, terlambat sekali mka ini kodong” Mohonnya

Duduklah Bapak tadi depan pintu. Dilihat dari bawaannya, sepertinya beliau itu kuli bangunan. Tasnya yang terbuka Saya juga kasihan dia lama duduk depan pintu, tapi mau bagaimana lagi.

Pas sudah masuk daerah Veteran, akhirnya ada orang yang turun, si Bapak disamping supir itu turun. Nah finally si Bapak-yang duduk depan pintu tadi naik tahta dan duduk disamping pak supir. Beliau sempat bilang dan mengeluh “edede koro – koroang bosku, takut sekalika terlambat”

Dia bahkan turun lebih duluan dari saya. Dia masuk di sebuah lorong yang ndatau apa namanya.

Kesimpulannya? Hmm bagaimana kalo lain kali pete – pete ada yang dua tingkat? Atau ditambah gerobak di belakang? Bagaimanapun model pete – pete nantinya, saya salut sama Bapak tadi. Sekian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar